Sekilas Kota Banjarmasin

Banjarmasin adalah kota pesisir yang ramai dari masa ke masa. Kota yang berada di ketinggian 0,16 meter di bawah permukaan laut ini memiliki kondisi alam berpaya-paya yang relatif datar. Dilalui sungai Barito dan Martapura yang beranakpinak membelah kota, masyarakat Banjarmasin menggantungkan kehidupannya pada sungai. Letaknya yang secara geografis berada di 3°16’46’’ — 3°22’54’’ lintang selatan dan 114°31’40’’ — 114°39’55’’ bujur timur, nyaris berada tepat di tengah-tengah Indonesia. Posisi ini yang menjadikannya ideal sebagai pelabuhan transito di masa lalu, menghubungkan titik-titik penting dalam jalur perdagangan Nusantara.

Berbagai catatan sejarah dan artefak yang ada menggarisbawahi besarnya peranan sungai dalam membentuk peradaban masyarakatnya. Sebagaimana dikemukakan Saleh dalam Mertayani (2016:2) mengenai kondisi diatas: “Sungai merupakan faktor utama dalam lalu lintas dan pengangkutan, urat nadi ekonomi, jalur penyebaran kebudayaan, wilayah kekuasaan keraton, dan juga wilayah kekuasaan penjajahan di abad ke-17 sampai abad ke-19 (Saleh,1982:13). Proses panjang tersebut menghasilkan pemusatan penduduk di tepi-tepi sungai, yaitu dataran yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang umumnya masih berupa rawa-rawa. Dan selanjutnya berkembang hingga terbentuk masyarakat dengan kebudayaan sungainya“. Letaknya di tepian sungai besar amat strategis bukan dari aspek ekonomi semata, tetapi Banjarmasin menjadi perlintasan antarbudaya yang memungkinkan terjadinya pertukaran nilai, gagasan dan praksis.

Kini, ibukota Kalimantan Selatan berpenduduk 675.440 jiwa dengan tingkat kepadatan 6.860 jiwa/km2 ini kian berkembang seiring dengan dinamika zaman. Pesatnya pembangunan kota yang mengalami pergeseran orientasi ke darat ketimbang air tak pelak menimbulkan berbagai tantangan baru. Kota dagang ini perlahan tapi pasti mulai memunggungi sungai (Mertayani, 2016). Aktivitas perdagangan di pasar terapung Muara Kuin dan Lok Baintan, misalnya, kini mulai lesu akibat berkembangnya infrastruktur jalan yang relatif lebih efisien dalam menggerakkan roda perekonomian kota. Namun demikian, Banjarmasin toh merasa perlu untuk tetap mempertahankan identitas dan eksistensinya sebagai kota sungai. Pasar apung menjadi sebuah representasi dari masyarakat sungai berjiwa dagang yang dinamis, yang mana kini beralih fungsi menjadi obyek pariwisata.

Tantangan lain yang juga dihadapi oleh Banjarmasin adalah pengelolaan dan ketersediaan sumber daya alam baik yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Data Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin (2016) pun menunjukkan bahwa terjadi penurunan dalam aktivitas perdagangan dan industri yang terkait dengan semakin berkurangnya ketersediaan sumber daya alam. Hal ini berdampak pada iklim investasi yang diindikasikan melalui tingkat penanaman modal asing dan dalam negeri yang merosot drastis dari 12,5% ke 0,1% dan 30,17% ke 0,98% (KEKR Propinsi Kalimantan Selatan, 2017). Geliat perekonomian masyarakat yang menguat justru pada tingkat rumah tangga, mengindikasikan adanya upaya dinamis untuk terus menciptakan nilai tambah meski tidak terlampau signifikan secara kuantitas.

Sebagai ibukota propinsi yang juga merupakan pusat perdagangan dan jasa di Kalimantan Selatan, geliat aktifitas perekonomian mikro tak pelak membawa dampak bagi tumbuhnya sektor pariwisata. Seiring meningkatnya aktifitas perekonomian di Banjarmasin, maka meningkat pula pertumbuhan perhotelan. Pada 2015, jumlah usaha akomodasi di Banjarmasin adalah 98 usaha yang terdiri dari 30 hotel berbintang dan 68 hotel non-bintang. Akan tetapi, BPS (2016) juga menunjukkan bahwa tidak terjadi lonjakan jumlah wisatawan yang menyolok. Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang di hotel berbintang Banjarmasin pada 2015 adalah 2.456 orang, dengan puncaknya pada bulan Agustus sebanyak 300 orang. Sedangkan jumlah wisatawan nusantara (wisnu) yang datang di hotel berbintang Banjarmasin pada 2015 adalah 317.002 orang, dengan puncaknya pada bulan Januari sebanyak 37.559 orang.

Sementara itu, masih menurut Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin (2016), penduduk Kota Banjarmasin didominasi oleh kelompok usia muda dimana kelompok umur 0-4 tahun merupakan jumlah terbanyak yaitu sekitar 9,95% dari total populasi kota Banjarmasin. Menilik kelompok umur 0-29 tahun, maka jumlah penduduk Kota Banjarmasin pada kelompok umur tersebut berjumlah 360.903 atau lebih dari setengah total penduduk Kota Banjarmasin (53,43%). Dari data di atas, besarnya jumlah penduduk berusia muda tidak serta-merta menjamin produktivitas yang tinggi. Hal ini ditunjukkan melalui rasio ketergantungan Banjarmasin yang berada pada kisaran 44,22%. Artinya, setiap 100 orang berusia produktif memiliki tanggungan sebesar 44 orang yang belum atau tidak lagi produktif.

Namun demikian, alih-alih membaca Banjarmasin melalui sederetan angka-angka statistik semata, pendekatan kualitatif mutlak dibutuhkan untuk dapat menguak lebih dalam berbagai potensi lokal yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian daerah Banjarmasin.

Banjarmasin menjadi kasus yang menarik untuk dicermati lebih lanjut. Ketika pemerintah kota mengambil referensi masa lalu sebagai kota air dengan sungai sebagai urat nadi kehidupan masyarakatnya, tak pelak Banjarmasin harus menempatkan sungai sebagai titik tolak pengembangan pariwisata. Namun demikian, secara faktual Banjarmasin belum memiliki ekosistem yang cukup memadai untuk mengakomodir tumbuhnya sektor pariwisata. Terlebih, tantangan besar pengembangan pariwisata dimulai dari bagaimana pemerintah kota Banjarmasin mengatasi berbagai problematika perkotaan yang semakin pelik seiring dengan bertambahnya populasi. Isu-isu kemasyarakatan yang sarat dan bersinggungan dengan masalah lingkungan, misalnya, menjadi krusial ketika mengabaikan kualitas hidup manusianya.

Di sinilah kreativitas dibutuhkan untuk memecahkan masalah.

Bibliografi

Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin (2016). Kota Banjarmasin dalam Angka 2016. BPS Kota Banjarmasin.

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan (2015). Urang Banjar dan Kebudayaannya. Ideham, Sjarifuddin, Anis, Wajidi (Ed). Yogyakarta: Penerbit Ombak.

UPT Taman Budaya Kalsel (2013). Merawat Adat, Memaknai Sejarah, Perkembangan dan Peradaban Adat Tradisi Banjar. Arbain, Al-Banjari (Ed). Banjarmasin: UPT Taman Budaya Kalsel, Penerbit Pustaka Banua.

Mentayani, I. (2016). Identitas dan Eksistensi Permukiman Tepi Sungai di Banjarmasin. Seminar Nasional 2016 Lahan Basah, Universitas Lambung Mangkurat.

Bank Indonesia (2017). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Selatan, Februari 2017. Banjarmasin: Bank Indonesia.